Deklarasi ukhuwah Sunni-Syi’ah pada 20 Mei di Masjid Al-Akbar Jakarta kemarin menuai kontrofersi. Deklarasi yang digagas oleh IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) dan DMI (Dewan Masjid Indonesia) itu ditolak sejumlah ormas Islam. FPI (Front Pembela Islam) dan MUI Pusat menolak untuk hadir.
ketua MUI,Amidhan, Sunni-Syi’ah banyak perbedaan dari aspek akidah. Oleh sebab itu MUI menolak diadakannya deklarasi ukhuwah tersebut. Hal-hal seperti itu, tidak mungkin diakomodasi oleh MUI.
Sebelumnya pada 10 Mei lalu, MUI menyatakan bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan pernyataan melegalkan Syi’ah sebagai madzhab di Indonesia. Dan tidak pernah mengatakan bahwa Syi’ah adalah madzhab yang sah.
MUI sendiri pada tahun 1984 telah mengeluarkan fatwa tentang perbedaan pokok dan rambu kewaspadaan umat Islam terhadap keberadaan Syi’ah. dalam menentukan aliran sesat, MUI Pusat tetap konsisten berpedoman kepada 10 butir kriteria tentang aliran yang dinilia sesat, yang telah disiarkan pada 2005.
Prof. Muhammad Baharun, M.Ag, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan MUI Pusat menilai deklarasi tersebut tidak menguntungkan Sunni. “Ini merupakan strategi Syi’ah untuk untuk mencari dukungan dari sana-sini” tegas Prof. Baharun.
DMI sendiri secara institusional sebenarnya tidak menghendaki acara itu. Ketua DMI, Tarmizi Taher, justru tidak tahu bahwa DMI dan IJABI akan menggagas acara tersebut. Ada indikasi, orang di DMI ada yang dipengaruhi kemudian dilobi IJABI untuk memayungi deklarasi tersebut.
Persoalannya bukan pada penolakan terhadap konsep ukhuwah, akan tetapi motivasi ukhuwah Syi’ah yang dinilai bermasalah. Menurut informasi, di Iran, Negara yang menetapkan Syi’ah sebagai madzhab resmi, Ahlussunnah dilarang untuk mendirikan Yayasan. Kalau pun ada, lembaga Sunni itu didirakn sebelum Revolusi Iran tahun 1979. Itupun diawasi secara ketat.
Kondisi ini patut disayangkan, di Iran Sunni dilarang mendirikan Yayasan sedangkan di Indonesia mereka bebas mendirikan yayasan. Menurut hitungan beliau ada sekitar 90-an yayasan Syi’ah di Indonesia.
Dari informasi Dubes Indonesia untuk Iran, pelajar-pelajar Indonesia yang belajar di Iran ‘dicuci otaknya’ untuk menjadi Syi’ah. Bisa dipastikan, pelajar Indonesia di Iran akan menjadi Syi’ah.
Oleh sebab itu, jika kondisinya seperti itu, maka gagasan ukhuwah tidak bermanfaat apa-apa kecuali memberi angin Syi’ah untuk melebarkan sayap dakwahnya.
Oleh: Kholili
Salaam. Hari gini kita masih mempersoalkan dan memberikan stempel “sesat” pada suatu kelompok !
Bangun dan berdirilah wahai saudaraku sesama muslim….
Camkan ayat Allah LAKUM DINUKUM WALIYADIEN…
Ketakwaan kepada Allahlah bekal utama menuju kerajaan-NYA.
Rasullulah adalah guru terbaik akhlaqul Karimah sehingga orang yahudi pun tentram dalam komunitasnya. Jika kita mengaku pecinta Muhammad ibnu Abdilah, mengapa kita tidak bisa (tidak mau) mencitrakan dalam diri kita, keagungan akhlaq Beliau?!
Hari gini alangkah baiknya kita menciptakan negara madani, guna menuju masyarakat adil makmur berdasarkan PANCASILA.
didalam islam, mengkafirkan sesama muslim aja dilarang, bagaiman kalo yang dikafirkan adalah sahabat, isstri nabi, ukwah macam apa yang hendak dibangun
Buat Umah Husein: Pancasila, terkadang bisa menjadi bumerang. Pada sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, kita diminta bersikap adil, adil pada golongan Syi’ah, ya mengkafirkannya, krn ajaran mereka merusak dasar ajaran Islam; al-Qur’an. Yang beradab, adab yang baik buat orang Syi’ah adalah meminta mereka membuat agama sendiri atau bertaubat kembali pada Islam, bila tetap “ngotot” ya,… terimalah yang seharusnya kalian terima di dunia dan di akherat…
jika Sunni yang konstituen nya 85% dari total muslim in the world dan Syiah yang hanya 15% dan Sunni ketakutan dan ga berani kompetisi dengan Shia, maka ada “ma”salah” dalam konstruksi keyakinannya.