Posted in Syi'ah on August 30, 2012|
Leave a Comment »
Oleh: Kholili Hasib
Pendahuluan
Dalam dunia pemikiran teologi, Syiah termasuk salah satu sekte di luar Ahlus Sunnah (Sunnah) yang gerakannya paling eksis hingga kini. Di banding firqah lainnya seperti Khawarij, Mu’tazilah, Jabariyah, dan lain-lain, penyebaran Syiah lebih massif. Bahkan kini mendirikan pemerintahan, yaitu Iran. Doktrin yang paling terkenal dan mendasarnya adalah Imamah. Akidah imamah adalah kepercayaan paling sentral. Sistem pemerintahan, konsep teologi, konsep hadis termasuk konsep ketauhidan –seperti yang akan dijelaskan nanti – berkait erat dengan konsep imamah ini[1]. Bisa dikatakan imamah merupakan worldview (pandangan hidup) aliran Syiah. Tulisan ini akan mengkaji salah satu konsep penting, yaitu konsep tauhid Syiah. Kajian ini menjadi penting ketika berkembang asumsi konsep Tuhan tidak ada perbedaan prinsipil dengan Ahlus Sunnah. Dengan pehamaman bahwa Imamah merupakan worldview Syiah, maka kajian ringkas ini akan membuktikan bahwa konsep tahudi Syiah berbeda dengan tauhid Sunnah.
Konsep Ke-Esa-an dan Absolusitas Imamah
Secara sekilas konsep tahid Syiah dengan Ahlus Sunnah tidak menunjukkan perbedaan mendasar. Syiah meyakini ke-Esa-an Allah subhanahu wa ta’ala. Allah adalah Tuhan yang satu, tiada duanya dan Allah tidak memiliki anak. Ulama’ Syiah kontemporer, al-Khomeini, dalam bukunya Kasf al-Asrar mengutip beberapa ayat al-Qur’an tentang ke-Esa-an Allah dan mengecam kaum musyrik yang meyakini Tuhan lebih dari satu. Ia mengutip surat al-Anbiya’: 22 dan 24. Menjawab para penyembah berhala, Khomeini mengutip surat Yunus: 19, dan menjawab ketuhanan orang Kristen yang tiga ia berhujjah dengan dalil surat al-Nisa’: 181, al-Ma’idah: 19, dan al-Taubah: 30[2].
Kitab al-Kafi, kitab hadis Syiah yang paling utama, memuat riwayat tentang syarat Islamnya seorang muslim, yakni dengan membaca Syahadah. “Dari Samma’ah, dia berkata: Saya bertanya kepada Abu Abdillah as: ajari aku tentang Islam dan iman, apakah keduanya berbeda? Abu Abdilllah menjawab: ‘Sesungguhnya iman masuk dalam kata-kata Islam, sedangkan Islam tidak masuk dalam kata-kata iman’. Aku berkata: ‘Terangkanlah padaku lebih lanjut. Beliau menjawab: ‘Islam adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan membenarkan Rasulullah, dengan Islam inilah darah dilindungi dan di atas kalimat ini pulalah pernikahan dan warisan bisa dianggap sah, dan pada dzahir dari pengakuan itulah semua manusia”[3].
(more…)
Read Full Post »